Jumat, 26 November 2010

kebudayaan sebagai suatu sistem

PENDAHULUAN

Manusia dalam kehidupannya selalu berinteksi dan berinteralasi dengan manusia lainnya. Hal tersebut manusia lakukan sebagai upaya untuk memenuhi berbagai kebutuhan atau kepentingan dalam hidupnya. Interaksi dan interelasi tersebut begitu penting bagi manusia, sehingga pada akhirnya dia menggabungkan dirinya dengan suatu kelompok yang kemudian disebut masyarakat.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Predikat tersebut menimbulkan potensi yang mencakup cipta (kemampuan berpikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan), rasa (karya seni /kesenian), dan karsa (kehendak untuk hidup sempurna, mulia dan bahagia yang menimbulkan kehidupan beragama dan kesusilaan). Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia, kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar; dan kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan sebagai sebuah interaksi dan interelasi manusia tersebut memiliki karakteristik antar satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Kebudayaan memiliki fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebudayaan juga dapat menjadi pertanda dan penanda bagi suatu masyarakat tertentu. Kebudayaan sebagai penciptaan dan perkembangan nilai meliputi segala apa yang ada dalam alam fisik, personal dan sosial yang disempurnakan untuk realisasi tenaga manusia dan masyarakat.
Setiap interaksi antarmanusia yang menghasilkan kebudayaan pasti akan berbeda antara berbagai kelompok masyarakat. Perbedaan tersebut didasarkan kepada kondisi demografis, karakter masyarakat serta tingkat perkembangan kebutuhan hidup. Namun demikian setidaknya terdapat beberapa unsur-unsur  serta wujud-wujud kebudayaan yang sifatnya universal dan pasti ada di setiap kelompok masyarakat manapun.
Oleh karenanya pengkajian mengenai berbagai hal mengenai kebudayaan sangat menarik untuk dikaji. Hal ini sebagai upaya mengenali dan mendalami berbagai fenomena kesosial-budayaan yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain itu, kajian-kajian mengenai manusia dan kebudayaannya akan memberikan gambaran mengenai dinamika kehidupan manusia yang memiliki hubungan erat dengan lingkungan tempatnya hidup dan segala sesuatu yang melekat padanya.

PEMBAHASAN

A.  Wujud Kebudayaan
Talcott Parson dan A.L Kroeber dalam Koentjaraningrat (1997:195) membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan terdiri atas 3 wujud yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.  3. Wujud kebudayaan sebagai benda- benda hasil karya manusia.  Wujud kebudayaan merupakan sistem sosial mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Menurut J.J. Honingmann terdapat tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities dan artifacts (dalam Koentjaraningrat, 2005 : 74). Koentjaraningrat sendiri menawarkan empat wujud kebudayaan, yaitu: kebudayaan sebagai nilai ideologis; kebudayaan sebagai sistem gagasan; kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola; dan kebudayaan sebagai benda fisik (artifak).

Dari empat wujud yang ditawarkan dalam lingkaran kerangka kebudayaan di atas, masing-masing memiliki kecenderungan bentuk yang berbeda satu dengan lainnya.
1.        Nilai-nilai budaya merupakan tahap filosofis atau ideologis yang terbentuk karena pengalaman manusia, tahap ini merupakan hasil pemikiran yang biasanya memiliki bentuk tekstual tersurat maupun tersirat dalam norma, aturan adat, cerita rakyat atau karya seni.
2.        Sistem budaya berupa gagasan dan konsep juga merupakan manifestasi hasil pemikiran. Tahap wujud ini juga memiliki bentuk tertulis tersurat dan beberapa dapat berbentuk gambar atau konfigurasi.
3.        Sistem sosial sebagai tahap wujud selanjutnya merupakan tindakan dalam rangka “mewujudkan” konsep. Tahap wujud  ini dapat berbentuk tulisan, gambar, konfigurasi maupun kegiatan.
4.        Kebudayaan fisik merupakan wujud hasil dalam sebuah kebudayaan. Sehingga pada wujud terakhir ini kebudayaan memiliki bentuk paling nyata diantara bentuk yang lain. Pada wujud inilah kebudayaan seringkali sudah memiliki bentuk benda, sehingga dapat dilihat, disentuh dan dirasakan.
Wujud kebudayaan sebagai ide merupakan sesuatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya, yang sifatnya abstrak. Lokasinya ada dalam kepala-kepala, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan itu hidup. Kebudayaan ini kita sebut sebagai adat-istiadat yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
Wujud sistem sosial mencakup kelakuan berpola dari manusia. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lain yang selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata-kelakuan. Sistem sosial bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita, bias diobservasi, difoto dan didokumentasikan.
Wujud kebudayaan fisik merupakan seluruh total dari hasil fisik dan aktifitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, yang sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda yang dapat diraba, dilihat dan difoto. Kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasilkan suatu bangsa harus terlebih dahulu digolongkan menurut tingkatnya masing-masing. 


B.  Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan dari setiap masyarakat terdiri dari beberapa unsur, baik unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian-bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Menurut Soekanto (1988 : 157-158) unsur kebudayaan tersebut oleh para ahli dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat universal (cultural universale) dan unsur-unsur yang lebih kecil.
Unsur universal menurut Kluckhokn (dalam Soekanto, 1988 : 158) meliputi :
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya).
2.      Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
3.      Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).
4.      Bahasa (lisan maupun tertulis).
5.      Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6.      Sistem pengetahuan.
7.      Religi (sistem kepercayaan).
Sedangkan unsur-unsur yang lebih kecil dijabarkan oleh Lincoln (dalam Soekanto, 1988 : 158) sebagai kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity) yang dirincinya sebagai trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak milik atas tanah dan sebagainya.
Di lain pihak, Koentjaraningrat (1990 : 2-3) mengemukakan unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal (pasti ditemukan dalam seluruh budaya di dunia) yang tersusun berdasarkan kemungkinan-kemungkinannya untuk berubah dalam perkembangannya. Unsur-unsur tersebut ialah :
1)        Sistem religi dan upacara keagamaan ;
a.    sistem kepercayaan
b.    sistem nilai dan pandangan hidup
c.    komunikasi keagamaan
d.   upacara keagamaan
2)        Sistem dan organisasi kemasyarakatan ;
a.    kekerabatan
b.    asosiasi dan perkumpulan
c.    sistem kenegaraan
d.   sistem kesatuan hidup
e.    perkumpulan
3)        Sistem pengetahuan ;
a.    flora dan fauna
b.    waktu, ruang dan bilangan
c.    tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
4)        Bahasa ;
a.    lisan
b.    tulisan
5)        Kesenian ;
a.    seni patung/pahat
b.    relief
c.    lukis dan gambar
d.   rias
e.    vokal
f.       musik
g.    bangunan
h.    kesusastraan
drama
6)        Sistem mata pencaharian hidup ;
a.    berburu dan mengumpulkan makanan
b.    bercocok tanam
c.    peternakan
d.   perikanan
e.    perdagangan
7)        Sistem teknologi dan masyarakat ;
a.    produksi, distribusi, transportasi
b.    peralatan komunikasi
c.    peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
d.   pakaian dan perhiasan
e.    tempat berlindung dan perumahan
f.       senjata

1.      Bahasa
Bahasa merupakan alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh denganmempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat berekspresi, alat komunikasi, alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis), mewujudkan seni (fungsi artistik), mempelajari naskah-naskah kuno (fungsi filosofis), untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.      Sistem Pengetahuan
Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengonseptuaisasikan fenomenon-fenomenon alam dalam sebab-sebabnya, dalam urutan-urutan sebab akibat dan mencari asas-asas umum. Bakker (1984 : 39) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu eksakta) dan humanities (sastra, filsafat, kebudayaan, sejarah dan lain-lain). Nilai-nilai masing-masing ditentukan bukan saja oleh mutu masing-masing melainkan juga oleh kedudukan dalam seluruh pola kebudayaan.
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi :
1) Pengetahuan tentang alam.
2) Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya.
3) Pengetahuan tentang tubuh manusia.
4) Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia.
5) Pengetahuan tentang ruang dan waktu.

3.      Organisasi Sosial
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Bakker (1987 : 42) mengatakan bahwa kesosialan meliputi fungsi dalam institusi-institusi asasi sebagai keluarga monogam, masyarakat adil dan makmur, desa dan kota, bangsa dan negara. Sedangkan Soekanto (1988 : 104) mengatakan bahwa suatu kelompok sosial selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktifitas maupun bentuknya.
Lebih lanjut Soekanto (1988 : 106-108) mengklasifikasikan berbagai organisasi sosial dalam hubungan individu dengan individu yang lainnya yang meliputi kategori wilayah, kepentingan yang sama dengan organisasi yang tidak tetap, serta kepentingan yang sama dengan organisasi yang tetap. Pembeda daripada organisasi-organisasi sosial tersebut didasarkan pada factor kesadaran akan jenis yang sama, hubungan sosial, dan orientasi pada tujuan yang sudah ditetapkan.
Soekanto juga mengutip berbagai pendapat ahli mengenai organisasi-organisasi sosial seperti yang dikatakan oleh Cooley (primary group dan secondary group), Tonnies (gemeinschaft dan gesellscahft), serta Merton (membership group dan reference group). Sedangkan ia sendiri mengklasifikasikan organisasi sosial kedalam formal group dan informal group serta in-group dan out-group.
G.P. Murdock mengatakan bahwa suatu kelompok adalah suatu kesatuan individu yang terikat oleh unsur :
1.    Suatu siste norma-norma yang mengatur kelakuan warga kelompok
2.    Suatu rasa kepribadian kelompok yang disadari semua anggotanya
3.    Kegiatan-kegiatan berkumpul dari anggota kelompok secara berulang-ulang
4.    Suatu sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antara anggota kelompok
5.    Suatu pimpinan atau pengurus yang mengorganisasi kegiatan kelompok
6.    Suatu sistem hak dan kewajiban bagi para individunya terhadap sejumlah harta produktif, harta konsumtif atau harta pusaka tertentu.
Selain itu organisasi sosial juga dalam masyarakat yang berbudaya menghasilkan sebuah sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M, Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Koenjaraningrat (1992 : 108) mengatakan bahwa rumah tangga (household) terjadi akibat dari adanya perkawinan. Sedangkan keluarga inti (nuclear family) terjadi juga akiba dari perkawinan dengan anggota terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka yang belum kawin. Keluarga-keluarga inti itu merupakan suatu kesatuan manusia yang disebut kingroup atau kelompok kekerabatan.
G.P. Murdock (dalam Koentjaraningat, 1992 : 113-114) mengkategorikan kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi sosial dari kelompok kekerabatannya menjadi :
1.    Corporate kingroup atau kelompok kekerabatan berkorporasi. Kelompok ini biasanya bersifat eksklusif, jenis anggotanya tidak banyak.
2.    Occasional kingroup atau kelompok kekerabatan kadangkala. Kelompok ini biasanya dengan anggota banyak sehingga tidak mungkin terjadi pergaulan terus-menerus dan intensif.
3.    Circumsciptive kingroup atau kelompok kekerabatan menurut adat.

4.      Sistem Teknologi
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Bakker (1984 : 40) mengaitkan antara kondisi alam, penggunaan teknologi dan kebudayaan suatu masyarakat. Menurutnya teknologi terhitung antara sikap dan hasil budaya yang penting. Teknik bertujuan untuk memfaedahkan sumber-sumber alam agar terjaminlah makanan, perumahan, komunikasi dan lain-lain hal yang perlu untuk derajat hidup yang layak. Penerapan hukum alam dapat menghasilkan teknik, yaitu keperluan dan dorongan idealisme bersama-sama dalam creative vision.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu sebagai berikut.
1) Alat-alat produktif.
2) Senjata.
3) Wadah.
4) Alat-alat untuk menyalakan api.
5) Makanan.
6) Pakaian.
7) Tempat berlindung dan perumahan.
8) Alat-alat transportasi.

5.      Sistem Ekonomi
Ekonomi meliputi pola kelakuan dan lembaga-lembaga yang melaksanakannya dalam bidang produksi, dan konsumsi keperluan-keperluan hidup serta pelayanannya. Ekonomi bersifat ambivalen dan merugikan bila tujuan yang dikejar tidak mengindahkan nilai-nilai budaya. Menurut Bakker (1987 : 45) lapangan ekonomi dibagi ke dalam tiga sector yang mencerminkan corak sesuatu kebudayaan dan orientasi pokoknya.
Sektor primer  mencurahkan tenaga ekstraksi, yaitu menghasilkan bahan mentah dari alam bumi dan dari kehidupan di bumi, laut dan angkasa. Pekerjaan ekstraksi terdiri atas pertambangan, pertanian, peternakan dan perikanan.
Sektor sekunder mengolah bahan menah yang diproduksi dalam sektor primer dan meliputi industri, kerajinan dan pembangunan. Keduanya menuntut kerja tangan.
Sektor tersier meliputi segala macam pelayanan kepada masyarakat. Secara optimal terdiri dari sixservice standard yaitu pencaharian, distribusi dan komunikasi, hukum dan keamanan, pendidikan dan perguruan, kesehatan, kesenian dan hiburan.

6.      Sistem Religi
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Hal tersebut di atas ditegaskan oleh Koentajaraningrat (1987 : 78) yang menyatakan bahwa keyakinan yang paling awal yang menyebabkan terjadinya religi dalam masyarakat adalah keyakinan akan adanya kekuatan sakti dalam hal-hal yang luar biasa dan gaib. Lebih lanjut Koenjaraningrat (1987 : 80) menyebutkan lima komponen religi yang meliputi emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara, umat agama.
Agama atau religi menurut Haviland dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah peting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu orang berpaling kepada kekuatan supernatural. Anthony F.C Wallace mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan suatu perubahan keadaan pada manusia atau alam.
Kelompok keagamaan menurut Koentjaraningrat merupakan suatu kesatuan sosial yang berwujud sebagai :
(1)     Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan yang lain,
(2)     Kelompok kekerabatan yang lebih besar, seperti keluarga luas, klen, suku, marga, dan lain-lain,
(3)     Kesatuan komunitas, seperti desa, gabungan desa, dan lain-lain,
(4)     Organisasi atau gerakan religi, seperti organisasi penyiaran agama, organisasi gereja partai politik yang berideologi agama, gerakan agama, orde-orde rahasia dan lain-lain.

7.      Sistem Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Kesenian mewujudkan nila rasa dalam arti luas dan wajib diwakili dalam kebudayaan lengkap. Kedwisatuan manusia yang terdiri atas budi dan badan tak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadai dengan akal murni saja. Rasa mempunyai kepekaan terhadap kenyataan yang tidak ditemukan oleh akal. Kesenian selalu melukiskan sebuah unsur atau aspek alam kodrat ditambah tanggapan atau pengolahan manusia.
Berdasarkan jenis nilai estetika yang ditampilkan kesenian (budaya seni) dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1)        Seni rupa, yaitu benda-benda seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk wujud atau bentuk misalnya lukisan, seni patung, seni lukis, atau seni fotografi.
2)        Seni suara, yaitu seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk suara, seni suara ini terdiri dari seni suara vokal (manusia), seni suara instrumental (alat musik), dan seni suara campuran (perpaduan antara suara manusia dengan alat musik).
3)        Seni gerak, yaitu seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk gerakan atau aktivitas. Misalnya seni tari, gerak dan lagu, senam berirama dan sebagainya.
4)        Seni drama, yaitu seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk visualisasi pementasan adegan cerita. Misalnya ketoprak, wayang orang, lenong, ludruk, dan sebagainya.
Benda-benda seni memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Mengandung nilai estetika.
2)      Berfungsi memberikan penghiburan.
3)      Melekat dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain seperti seni rupa melekat pada model rumah, model mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
4)      Berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau harapan dari kelompok masyarakat yang satu kepada kelompok masyarakat yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Kanisius.

Jhonson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta : Gramedia.

Kaplan, D dan Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta : Rineka Cipta.

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia.

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah teori Antropologi 1. Jakarta : UI Press.

Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta : UI Press.


1 komentar:

  1. terima kasih,,,
    sangat membantu dalam penyelesaian tugas saya,.

    BalasHapus