Jumat, 27 November 2009

MEWUJUDKAN GENERASI MUDA YANG BERKEPRIBADIAN DALAM KEBUDAYAAN

Generasi muda dalam suatu bangsa sudah selayaknya dijadikan sebagai generasi penerus yang di kemudian hari akan mengisi pembangunan bangsa dengan berbagai potensi diri yang dimilikinya. Generasi muda dimanapun, khususnya di Indonesia, sudah membuktikan diri sebagai generasi yang mampu membawa perubahan yang sangat signifikan bagi bangsa dan negaranya. Dalam konteks sosial-masyarakat bangsa Indonesia, generasi muda diharapkan mampu menjaga dan mengaplikasikan nilai-nilai atau kebudayaan nasional dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita berkaca pada kondisi generasi muda Indonesia saat ini nampaknya terjadi sebuah ironi, khususnya yang berkenaan dengan identitas dan nilai-nilai nasional. Akibat globalisasi dan modernisasi yang terjadi di Indonesia, nilai-nilai nasional menjadi tergantikan oleh nilai-nilai asing yang bahkan bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa generasi muda kehilangan gelora nasionalisme yang tergantikan oleh nilai luar. Hal tersebut dapat terlihat dari penggunaan bahasa, pola hidup dan perilaku sehari-hari.
Generasi muda saat ini acap kali menggunakan tata bahasa yang bertentangan dengan tata bahasa nasional. Padahal bahasa nasional merupakan salah satu unsur pengerat generasi muda pada 1928 yang mengikrarkan diri sebagai bangsa Indonesia dan dapat menjadi hal yang dengan mudah menunjukan identitas suatu bangsa Di lain sisi generasi muda lebih mengagungkan dan mengamalkan hal-hal yang bernuansa asing (barat). Sebagai contoh bahwa ketika momentum 14 Februari (yang diyakini sebagai hari kasih sayang) para generasi muda nampak sibuk merayakan momentum tersebut. Padahal momentum tersebut bukan merupakan suatu kebudayaan yang digali dari bumi Indonesia.
Hal lainnya yang menunjukan bahwa generasi muda Indonesia saat ini mengalami sebuah penurunan identitas dan kebudayaan nasional ialah dengan maraknya berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh generasi muda bahkan oleh mereka yang terpelajar. Kita dapat melihat contoh maraknya tawuran antar siswa dan berbagai tindak kekerasan dalam acara kemahasiswaan di kampus-kampus. Padahal, generasi muda zaman dulu (era pra dan pasca kemerdekaan) sarat akan nilai-nilai rasa setiakawan atau solidaritas yang dalam terhadap sesama bangsanya. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat sebuah data yang menunjukan bahwa umumnya generasi muda merupakan pecandu narkoba dan penikmat kehidupan seks bebas. Sebuah catatan yang menjadi ironi jika dibandingkan dengan kepribadian bangsa Indonesia yang terkenal dengan nilai-nilai ketimuran dan kekeluargaan serta semangat generasi muda yang memiliki daya pikir kritis dan solutif.
Lantas bagaimana semestinya kita mengahadapi realita ini. Soekarno pernah menawarkan sebuah konsep yang berbunyi “berkepribadian dalam bidang kebudayaan” yang dijadikan sebagai salah satu sila Tri Sakti Indonesia. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mewujudkan pembangunan karakter (character building) agar generasi muda mampu memiliki dan mengaplikasikan nilai-nilai nasional bangsa Indonesia. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui pendidikan. H.A.R. Tilaar menyebutkan bahwa pendidikan merupakan salah satu bagian dalam membentuk jiwa dan sikap nasionalisme (yang erat kaitannya dengan identitas dan nilai-nilai nasional).
Pendidikan yang harus diformulasikan ialah pendidikan yang mampu mengenalkan realita generasi muda akan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga dengan sendirinya identitas nasional akan muncul. Pendidikan seperti ini harus sarat akan nuansa-nuansa kebangsaan tanpa harus menafikan nilai-nilai kedaerahan (lokal) dan nilai-nilai global, yang didasarkan atas nilai dasar bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Hal lainnya ialah dengan memaksimalkan peran keluarga sebagai sentra pembinaan generasi muda agar mampu mengenalkan nilai-nilai nasional sehingga dalam kehidupan bermasyarakat generasi muda mampu mengetahui dan memahami akan identitas dan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsanya.

Sedangkan hal terakhir ialah dengan melakukan penyaringan kebudayaan luar dengan menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai alat penyaringnya. Sehingga generasi muda tidak dapat terasingkan dari dunia global dan dapat segera keluar dari perangkap nilai-nilai asing yang masuk melalui proses globalisasi dan modernisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar